HASYASYIN/ ASSASSIN: FENOMENA PEMBUNUH RAHASIA DI PADANG PASIR (1090-1256 M)
Sejarah assasin creed,Lambang assassin,Assassin artinya,Cara menjadi assassin,Benteng alamut,Pemimpin pemberontakan kaum assassin,Senjata assassin
Perang Salib Adalah salah satu pertempuran terbesar dan terlama yang melibatkan pasukan muslim melawan pasukan gereja Eropa. Ketika perang salib pertama pecah, muncul suatu fenomena yang meneror dua kubu yang terlibat peperangan, dengan aksi-aksi pembunuhan yang dilancarkan secara rahasia terhadap tokoh-tokoh penting dua kubu tersebut. Pelaku di balik fenomena tersebut dinamakan kelompok Assassin/Hasyasyin.
Assassin merupakan sebuah kelompok ekstrim pecahan Ismailiyah yang bermarkas di Persia Barat, tepatnya kastil Alamut di Gunung Elburz. Melalui kubu-kubu mereka yang terletak di pegunungan, Assassin menciptakan teror rasa takut di berbagai pihak, baik Sunni, Syi’ah, Khawarij, dan pasukan Salib. Meskipun sepak terjang Assassin di Perang Salib sangatlah menarik, masih sedikit artikel sejarah di dunia maya yang membahas Assassin. Untuk itu pada pembahasan kali ini akan dipaparkan lebih jauh mengenai sejarah dan sepak terjang Assassin selama Perang Salib terjadi.
Sejarah Kemunculan Hasyasyin/Assassin
Jika berbicara mengenai kapan kelompok Assassin muncul, maka akan dimulai dari intrik yang terjadi di istana kekhalifahan Fatimiyah. Tepatnya intrik perebutan kekuasaan yang melibatkan anak dari khalifah al-Mustansir, Nizar dan Musta’li.
Menjelang wafatnya khalifah al-Muntansir, dia berpikir untuk memproklamirkan anaknnya Nizar, sebagai penggantinya. Nizar merupakan putra tertua dari Mustansir. Namun, akibat siasat yang dijalankan calon wazir Afdal ibn Hadr al-Jamali, proklamasi Nizar sebagai putra mahkota urung dilaksanakan. Akhirnya Afdal malah memproklamasikan keponakannya dan saudara Nizar yang lain, yaitu Musta’li sebagai putra mahkota. Pemimpin hakim, pejabat tinggi, dan beberapa anggota keluarga Fatimiyah mengikuti calon menteri tersebut.
Tidak terima dengan pengkhianatan yang terjadi di lingkungan istana, Nizar dengan beberapa pendukungnya pergi ke Iskandaria. Setibanya di Iskandaria, dia menerima bantuan militer dari gubernur setempat, dan mulai melancarkan pemberontakan. Akan tetapi usahanya untuk merebut kembali haknya dapat digagalkan, dia pun akhirnya terbunuh.
Ketika khalifah Muntansir meninggal dunia dan anaknya, pada 1094 M Musta’li diproklamirkan sebagai seorang khalifah. Propagandis Fatimiyah dari Persia, Hasan-i Sabah, menyebarkan propaganda yang mendukung Nizar sebagai penguasa yang diambil haknya. Sabah pergi ke Persia dan mulai menyebarkan doktrin pahamnya. Mulai dari situ, Fatimiyah terpecah menjadi dua aliran: Musta’liyyah dan Nazariyyah.
Kastil Alamut
Kelompok Nazariyah ini kemudian membentuk organisasi rahasia di bawah pimpinan Hasan-i Sabah. Pada tahun 1090 M, Hasan menguasai kastil Alamut di Gunung Elbruz, di mana heterodoksi telah lama berkembang di sana. Dari pangkalan ini inilah diorganisasikan pembunuhan-pembunuhan rahasia di berbagai wilayah kekaisaran Seljuq Raya, sekaligus sebagai awal dimulainya teror Assassin.
Fenomena Hasyasyin/Assassin di Perang Salib
Wilayah Assassin
Tepat sebelum Perang Salib dimulai, Hasan-i Sabbah telah mendirikan basis operasi kedua Assassin di Suriah, dikelola oleh bawahan yang nantinya dijuluki Tentara Salib sebagai Si Tua dari Gunung. Pada saat Perang Salib dimulai (1096 M), hampir semua orang yang bukan Assassin membenci Assassin. Setiap kekuatan di negeri itu berusaha untuk memburu mereka,. Musuh kaum Assassin termasuk Syiah, Sunni, Turki Seljuk, Fatimiyah Mesir, Khalifah Abbasiyah, dan Tentara Salib.
Ketika Perang Salib pecah, posisi Assassin tidak memihak salah satu pihak, Assassin tetap berada di jalan mereka sendiri. Sadar akan jumlah mereka yang sedikit dan tidak mungkin melakukan peperangan langsung, mereka menciptakan teror dengan melakukan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting muslim ataupun Kristen. Tidak mengherankan agen-agen Assassin merupakan pembunuh terlatih yang mahir menggunakan senjata religius khas Assassin.
Kehadiran Assassin sendiri mempersulit umat Islam dalam melakukan konsolidasi kekuatan melawan Tentara Salib, karena selama abad pertama invasi tentara Salib, setiap kali kaum muslim mulai bergerak ke arah persatuan, Assassin membunuh beberapa tokoh kunci dan memicu gejolak baru. Beberapa tokoh penting perang Salib terbunuh oleh Assassin, antara lain wazir Nizham al-Mulk, Khalifah al-Mustarsyid, dan tokoh Salib Conrad dari Montferrat.
Pembunuhan Nizam al-Mulk
Pada tahun 1113 M, Gubernur Mosul mengadakan konferensi para pemimpin muslim untuk mengatur serangan bersatu melawan Franj/Pasukan Salib. Akan tetapi, tepat sebelum pertemuan dimulai, seorang pengemis mendekati gubernur yang dalam perjalanan ke masjid, pura-pura meminta sedekah, lalu tiba-tiba menikam sebilah pisau ke dada gubernur. Kejadian ini membatalkan rencana serangan bersatu.
Pada tahun 1126, Assassin membunuh Al-Borsoki, raja kharismatik di Aleppo dan Mosul yang menyatukan kedua kota besar, membentuk benih sebuah negara muslim bersatu di Suriah. Borsoki bahkan telah berjaga-jaga dengan mengenakan baju besi di bawah pakaiannya, dia tahu bahwa Assassin sedang mengintai untuk membunuhnya. Tetapi saat beberapa sufi palsu menyerangnya, salah satu dari mereka berteriak, “incar kepalanya” mereka telah tahu tentang baju besi yang Boroski pakai. Boroski pun tewas akibat tusukan di leher.
Putra dari Boroski segera mengambil alih kepemimpinan dan hampir bisa menyelamatkan negara yang baru lahir itu, namun Assassin berhasil membunuhnya juga, dan akhirnya timbul intrik perebutan kekuasaan di negara tersebut dan menjadikan wilayah tersebut sebagai ajang peperangan saudara. Pembunuhan semacam ini sangat sering terjadi selama awal Perang Salib.
Kisah yang dituturkan oleh Marco Polo dan lainnya, bahwa para Assassin menggunakan obat-obatan yang membuat pemakaianya mengkhayal tinggi, sehingga dapat menggairahkan semangat dan menghilangkan keraguan dalam membunuh (dari sinilah munculnya nama Hasyisyiyyin atau Hasysyasyin “pemakan Hasyisy” yang kemudian berkembang menjadi nama Assassin “pembunuh”). Akan tetapi pernyataan dari Marco Polo itu tidak tercatat dalam sumber-sumber Ismailiyah, sehingga kebenarannya masih diragukan hingga sekarang.
Akhir Perjalanan Para Hasyasyin/Assassin
Memasuki abad ke-13, ekstremisme dan kekerasan para Assassin mulai sedikit melunak. Khalifah Abbasiyah An-Nashir mencatat keberhasilan dalam propaganda di dunia Muslim waktu itu, yaitu berupa kembalinya Guru Besar Assassin, Jalaluddin Hasan III ke pangkuan ortodoksi Sunni. Dengan terus mengikuti kebijaksanaan pro-khalifah, kaum Ismailiyah Persia menentang rencana-rencana imperial Khawarizm-Syah.
Guru Besar Assassin
Ketika pasukan Mongol mulai menampakkan taringnya, Assassin menjadi salah satu kelompok yang diburu oleh mereka. Guru besar terakhir mereka, Ruknuddin Khursyah, tidak dapat menghentikan laju orang-orang Hulagu Khan, akhirnya pada tahun 1256 M Kastil Alamut dikuasai orang-orang Mongol, dan pada tahun berikutnya Khursyah dibunuh oleh para penakluk itu. Penaklukkan Mongol di Gunung Ebriz, juga turut melenyapkan catatan-catatan penting Assassin yang tersimpan di Kastil Alamut, sehingga catatan sejarah yang tersisa mengenai Assassin sangat lah sedikit.
Kelompok Assassin di Suriah juga mengalami nasib yang sama mengenaskannya. Pada awalnya kelompok di Suriah telah menjadi bagian yang diterima dalam peristiwa politik lokal, menjadi pembayar pajak kepada ksatria-ksatria Kristen Hospitalle. Kondisi tersebut tidak bertahan lama, karena keberadaan mereka yang dianggap sebagai ancaman oleh Sultan Baybars (sultan Mamluk), pada tahun 1273 M kubu terakhir Assassin, Al-Kahf, akhirnya dihancurkan oleh Baybars. Dengan hancurnya kubu terakhir Assassin di Suriah, turut mengakhiri perjalanan Assassin di daratan Timur Tengah.
BIBLIOGRAFI
Ansary, Tamim. 2012. Dari Puncak Bagdad: Sejarah Dunia Versi Islam. Terj. Yuliani Liputo. Jakarta: Zaman.
Bosworth, C. E. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Hassan, Hassan Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Terj. Jahdan Humam Saleh. Yogyakarta: Kota Kembang.
Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.