Assalamualaikum Ya Sayyid,
Ada beberapa hal lagi yang menjadi ganjalan.
1.Imam Nawawi dalam Kitabnya SYARAH MUSLIM( JUZ 1 HAL.90) dan Kitab TAKLIMATUL MAJMU' (JUZ 10 HAL 426) Membantah bahwa Pahala Baca'an dan Sholat yang Digantikan bagi si mayit tidak akan sampai kepada si mayit.Kalau tidak salah Imam Nawawi ini bermazhab Syafi'i (Koreksi jika Ana salah).
2.Al Haitami dalam Kitabnya AL FATAWA AL KUBRA AL FIGHIYAH ( JUZ 2 HAL 9 )
3.Imam Muzani dalam Hamisy AL UM,AS SYAFI'I ( JUZ 7 HAL 269)
4.Imam Al Khazin dalam tafsirnya Al Khazin,AL JAMAL (JUZ 4 HAL.236),lebih jelas mengatakan :
" DAN YANG MASYHUR DALAM MAZHAB SYAFI'I BAHWA BACA'AN QUR'AN (YANG PAHALANYA DI KIRIMKAN KEPADA MAYIT) ADALAH
TIDAK DAPAT SAMPAI KEPADA MAYIT YANG DIKIRIMI"
Dan masih ada beberapa kitab ulama AHLU SUNNAH yang menjelaskan kurang lebih sama dengan yang ada di atas.
Dari pengamatan kami,kalau di lihat betul dari beberapa literatur Kaum AHLU SUNNAHNYA PARA ALAWIYIN dan Syia'h,bahwa Tradisi Kaum AHLU SUNNAHNYA PARA ALAWIYIN (HABAIB) lebih banyak kemiripannya dengan tradisi kaum Syi'ah (Cuma di SYI'AH SAHABAT YANG DIANGGAP MURSAL DI BUANG/ DICORET DARI DAFTAR MEREKA ) dari pada dengan MEREKA yang ada di ke 4 mazhab SUNNI.baca jua:Riwayat Kisah mengenai Runtuhnya Ka'bah Menjelang Kiamat
Jawaban:MENGIRIM PAHALA DAN BACA'AN KEPADA MAYIT ?
saudaraku yg kumuliakan, saran saya anda belajarlah dengan guru yg mempunyai sanad yg jelas, mengutip dari sana sini merupakan hal yg menyesatkan,
anda berbicara dengan menukil ucapan orang wahabi,kami ragu anda membaca buku buku itu sendiri,anda hanya mengambil saja dan barangkali anda belum pernah melihat buku buku itu,kami mengenal siapa Imam Nawawi,kami mempunyai sanad kepada Imam Nawawi,kami mengenal Imam syafii dan kami mempunyai sanad kepada Imam syafii, demikian pula pada Imam Bukhari,Imam Muslim,dan juga Imam Imam Muhaddistin lainnya, kami mempunyai sanad yg bersambung kepada mereka,kami tidak menukil dan meraba raba dengan buku buku terjemah,
pertanyaan dari wahabi,anda jangan tersinggung dg jawaban dibawah ini karena merupakan nukilan ulang dari jawaban kami yg lalu :dan kami jawab sbg berikut :
3 hal yg akan kami jawab dari ucapan mereka ini,
dan perlu saya jelaskan bahwa mereka ini adalah bodoh dan tak memahami syariah atau memang sengaja menyembunyikan makna,atau kedua duanya,licik bagaikan missionaris nasrani dan ingin membalikkan makna sekaligus bodoh pula dalam syariah.
1. Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan :
من أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل الى الميت وينتفع بها بلا خلاف بين المسلمين وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردى البصرى الفقيه
الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه بعد موته ثواب فهو مذهب باطل قطعيا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة واجماع الامة فلا التفات اليه ولا تعريج عليه وأما الصلاة والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه لا يصل ثوابها الى الميت الا اذا كان الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من أذن له الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه أنه لا يصلح وأصحهما ثم محققى متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان شاء الله تعالى وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها الى الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها الى الميت وذهب جماعات من العلماء الى أنه يصل الى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار الى اختيار هذا وقال الامام أبو محمد البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد أن يطعم عن كل صلاة مد من طعام وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء والصدقة والحج فانها تصل بالاجماع ودليل الشافعى وموافقيه قول الله تعالى وأن ليس للانسان الا ما سعى وقول النبى صلى الله عليه وسلم اذا مات ابن آدم انقطع عمله الا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
“Barangsiapa yg ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa apa yg diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam wahabiy yg hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yg mengingkari nash nash dari Alqur’an dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan.
Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yg wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yg diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yg lebih masyhur hal ini tak bisa, namun pendapat kedua yg lebih shahih mengatakan hal itu bisa, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.
Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yg masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai pada mayyit,namun adapula pendapat dari kelompok Syafii yg mengatakannya sampai,dan sekelompok besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat,puasa,bacaan Alqur’an,ibadah dan yg lainnya,sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab: “Barangsiapa yg wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang wanita yg wafat ibunya yg masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar(meng qadha) shalatnya,dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy,bahwa Atha bin Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit,
telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan:“kalangan kita” maksudnya dari madzhab syafii) yg muta’akhir (dimasa Imam Nawawi)dalam kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini.(sebagaimana pembahasan diatas),berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib: Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yg tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna,dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist2 shahih) bahwa itu semua sampai dengan pendapat yg sepakat para ulama.baca juga:Ikhlaskah Kau Jika Aku Tidur Dengan Ibumu
Dan dalil Imam syafii adalah bahwa firman Allah : “dan tiadalah bagi setiap manusia kecuali amal perbuatannya sendiri” dan sabda Nabi saw : “Bila wafat keturunan adam maka terputus seluruh amalnya kecuali tiga,shadaqah Jariyah,atau ilmu yg bermanfaat atau anak shalih yg mendoakannya”. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat,dan yg lebih masyhur adalah yg mengatakan tak sampai,namun yg lebih shahih mengatakannya sampai,
tentunya kita mesti memilih yg lebih shahih,bukan yg lebih masyhur,Imam nawawi menjelaskan bahwa yg shahih adalah yg mengatakan sampai,walaupun yg masyhur mengatakan tak sampai, berarti yg masyhur itu dhoif, dan yg shahih adalah yg mengatakan sampai.
maka dari kesimpulannya Imam Nawawi menukil bahwa sebagian ulama syafii mengatakan semua pengiriman amal sampai.
Inilah liciknya orang orang wahabi,mereka bersiasat dengan “gunting tambah”,mereka menggunting gunting ucapan para imam lalu ditampilkan di web web inilah bukti kelicikan mereka,
Kami akan buktikan kelicikan mereka :
2. Ucapan Imam Ibn katsir :
وأن ليس للإنسان إلا ما سعى أي كما لا يحمل عليه وزر غيره كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه ومن هذه الآية الكريمة استنبط الشافعي رحمه الله ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماءة ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة رضي الله عنه ولو كان خيرا لسبقونا إليه وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما
“ Yakni sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalanya sendiri,dan dari ayat yang mulia ini (ayat 39,Surah An-Najm) Imam Syaf’i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan,bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak sampai,karena bukan dari hasil usahanya sendiri.Oleh karena itu Rosulullah shallallahu 'alayhi wa sallam tidak pernah menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (pengiriman pahala melalui bacaan),dan tidak pernah memberikan bimbingan baik dengan nash maupun isyarat,dan tidak ada seorangpun (shahabat) yang mengamalkan perbuatan tersebut,jika amalan itu baik,tentu mereka lebih dahulu mengamalkanya,padalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala hanya terbatas yang ada nash-nashnya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah,dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas dan pendapat-pendapat”
Mereka memutusnya sampai disini,demikian kelicikan mereka,padahal kelanjutannya adalah :
“Namun mengenai doa dan sedekah maka hal itu sudah sepakat seluruh ulama atas sampainya,dan telah ada Nash nash yg jelas dari syariah yg menjelaskan keduanya”(Tafsir Imam Ibn Katsir juz 4 hal 259).
nah.telah jelas bahwa tahlilan itu adalah doa,dan semua pengiriman amal itu dengan doa : "wahai Allah, sampaikanlah apa yg kami baca,dari....dst,hadiah yg sampai,dan rahmat yg turun,dan keberkahan yg sempurna,kehadirat....."
bukankah ini doa?,maka Imam Ibn Katsir telah menjelaskan mengenai doa dan sedekah maka tak ada yg memungkirinya.
Lalu berkata pula Imam Nawawi :
أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا كان حج الاسلام وكذا اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في الصوم اذا مات وعليه صوم فالراجح جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل
“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit dan akan disampaikan padanya pahalanya,demikian ini pula menurut Ijma(sepakat) para ulama,demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa doa,dan pembayaran hutang(untuk mayyit) dengan nash2 yg teriwayatkan masing masing,dan sah pula haji untuk mayyit bila haji muslim.baca juga:Keajaiban Air Zam-zam Dan khasiatnya
demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yg sunnah,demikian pendapat yg lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii),namun berbeda pendapat para ulama mengenai puasa,dan yg lebih benar adalah yg membolehkannya sebagaimana hadits hadits shahih yg menjelaskannya,
dan yg masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya,namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya,dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yg membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 7 hal 90)
Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :
ولا بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم المقابر اقرؤوا آية الكرسي وثلاث مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال اللهم إن فضله لأهل المقابر وروي عنه أنه قال القراءة ثم القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم القبر وقال له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه أنه أوصى إذا دفن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد بن حنبل فارجع فقل للرجل يقرأ
“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan ,dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X,lalu katakanlah : Wahai Allah,sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah,dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin hanbal,lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu,maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah:Wahai Abu Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad),apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab:Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya),maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”,maka berkata Imam Ahmad: :”katakana pada orang yg tadi kularang membaca ALqur’an dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)
Dan dikatakan dalam Syarh AL Kanz :
وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة
“sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain,shalat kah, atau puasa,atau haji,atau shadaqah,atau Bacaan Alqur’an,dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
Namun hal yg terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai,namun Imam Ahmad bin hanbal,dan kelompok besar dari para ulama,dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy:“tidak sampai pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yg masyhur,dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,
dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa,karena bila dibolehkan doa tuk mayyit,maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yg lebih baik,dan ini boleh tuk seluruh amal,
dan doa itu sudah Muttafaq alaih(tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yg hidup, keluarga dekat atau yg jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yg sangat banyak” (Naylul Awthar Juz 4 hal 142).
Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yg mengatakan pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yg mengatakan bahwa pengiriman bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.
Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maa qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa apa yg kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yg mengingkarinya dan tak adapula yg mengatakannya tak sampai.
Dan sungguh hal yg lucu bila kalangan wahabi ini meracau dengan mengumpulkan dalil gunting sambung lalu menyuguhkan kita racun agar kita teracuni,
mereka kena batunya disini.. he..he..
jawaban saya yg pertama telah jelas bahwa banyak para Muhaddits dan Imam yg menghadiahkan pahala bacaan Alqur'annya pada rasul saw dll.
wallahu a’lam
--
pendapat saya, justru syiah yg banyak mencuri cara cara Imam Imam Ahlulbait untuk kelicikan mereka, dan mereka adalah pengkhianat Ahlulait, merekalah musuh Ahlulbait namun mereka berkedok dg mencintai Ahlul Bait, naudzubillah dari Akidah yg memusuhi Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, Khalifah Umar bin Khattab ra, Khalifah Utsman bin Affan ra,
mereka yg memusuhi para khulafa urrasyidin adalah musuh kaum muslimin, mereka musuh Allah dan Rasul Nya, dan akan mati dalam su'ul khatimah jika tidak bertaubat.
demikian saudaraku yg kumuliakan,
wallahu a'lam
Jawaban Tentang: Ngaji dikuburan
Alaikumsalam warahmatullah wabaraktuh,
Cahaya keberkahan Rajab dan kemuliaan malam isra wal mi’raj semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
pembacaan Alqur'an asal hukumnya adalah sunnah,bukan Bid;ah
diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar ra berwasiat agar dibacakan dikuburnya surat Al Baqarah, dan para sahabat radhiyallahu'anhum telah melakukan ini,sebagaimana hal ini pernah dilarang oleh Imam Ahmad bin Hanbal,kemudian ketika dijelaskan bahwa hal itu telah disukai oleh para sahabat maka Imam Ahmad berkata agar Alqur'an diteruskan dibaca di kubur tsb,
pelarangan akan hal ini hanya karena dangkalnya pemahaman terhadap syariat.
Jawaban:tentang tawassul
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
tawassul bukan bid'ah apalagi syirik,ia adalah sunnah Rasul saw dg dalil dalil yg sharih,shahih dan tsiqah,berikut penjelasan saya mengenai tawassul pada buku saya kenalilah akidahmu.
TAWASSUL
Saudara saudaraku masih banyak yg memohon penjelasan mengenai tawassul,wahai saudaraku,Allah swt sudah memerintah kita melakukan tawassul,tawassul adalah mengambil perantara makhluk untuk doa kita pd Allah swt,Allah swt mengenalkan kita pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk Nya,yaitu Nabi Muhammad saw sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt,lalu perantara kedua adalah para sahabat,lalu perantara ketiga adalah para tabi’in,demikian berpuluh puluh perantara sampai pada guru kita, yg mengajarkan kita islam,shalat,puasa,zakat dll,barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita,namun diatas mereka ada perantara,demikian bersambung hingga Nabi saw,sampailah kepada Allah swt.
Allah swt berfirman:“Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah/patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt,agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS.Al-Maidah-35).
Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah,dan Rasul saw adalah sebaik baik perantara,dan beliau saw sendiri bersabda :“Barangsiapa yg mendengar adzan lalu menjawab dg doa :“Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yg sempurna ini,dan shalat yg dijalankan ini,berilah Muhammad(saw)hak menjadi perantara dan limpahkan anugerah,dan bangkitkan untuknya Kedudukan yg terpuji sebagaimana yg telah kau janjikan padanya”. Maka halal baginya syafaatku” (Shahih Bukhari hadits no.589 dan hadits no.4442)
Hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak melarang tawassul pd beliau saw,bahkan orang yg mendoakan hak tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.
Tawassul ini boleh kepada amal shalih,misalnya doa :“Wahai Allah,demi amal perbuatanku yg saat itu kabulkanlah doaku”,sebagaimana telah teriwayatkan dalam Shahih Bukhari dalam hadits yg panjang menceritakan tiga orang yg terperangkap di goa dan masing masing bertawassul pada amal shalihnya.
Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya,sebagaimana yg diperbuat oleh Umar bin Khattab ra,bahwa Umar bin Khattab ra shalat istisqa lalu berdoa kepada Allah dg doa : “wahai Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul)pada Mu dengan Nabi kami Muhammad saw agar kau turunkan hujan lalu kau turunkan hujan,maka kini kami mengambil perantara (bertawassul) pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yg melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan” maka hujanpun turun dg derasnya.(Shahih Bukhari hadits no.964 dan no.3507).
Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
• Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt.
• Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan dikabulkan Allah swt.
• Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw (perhatikan ucapan Umar ra : “Dengan Paman nabi Mu” (Abbas ra). Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya Demi Abbas bin Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama,tapi mengucapkan sebutan “Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar,dan dikabulkan Allah.
• Para sahabat besar bertawassul pada kemuliaan sahabatnya yg melihat Rasul saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra : “dengan pamannya yg melihatnya” (dengan paman nabi saw yg melihat Nabi saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw mempunyai kemuliaan tersendiri disisi Umar bin Khattab ra hingga beliau menyebutnya dalam doanya,maka melihat Rasul saw adalah kemuliaan yg ditawassuli Umar ra dan dikabulkan Allah, padahal beliau saw pun melihat dan jumpa dg Nabi saw.
Dan boleh tawassul pada benda,sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan,sebagaimana doa beliau saw ketika ada yg sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami,demi air liur sebagian dari kami,sembuhlah yg sakit pada kami, dg izin tuhan kami”(shahih Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194),ucapan beliau saw :“demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yg dengan itu dapat menyembuhkan penyakit, dg izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dg izin Allah pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena semuanya mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari Allah swt, tak satupun benda yg bukan dalam kekuasaan Allah swt di alam.
Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw,seraya mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh,maka Rasul saw menyarankannya agar bersabar,namun orang ini tetap meminta agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya,maka Rasul saw memerintahkannya untuk berwudhu,lalu shalat dua rakaat,lalu Rasul saw mengajarkan doa ini padanya,ucapkanlah : “Wahai Allah,Aku meminta kepada Mu,dan Menghadap kepada Mu,Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang,Wahai Muhammad,Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw),kepada Tuhanku dalam hajatku ini,maka kau kabulkan hajatku,wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” (Shahih Ibn Khuzaimah hadits no.1219, Mustadrak ala shahihain hadits no.1180 dan ia berkata hadits ini shahih dg syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan doa tersebut, Rasul saw yg mengajarkan padanya,bukan orang buta itu yg membuat buat doa ini,tapi Rasul saw yg mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu,sebagaimana juga Rasul saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya,bersalam padanya.
Lalu muncullah pendapat saudara saudara kita,bahwa tawassul hanya boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru,karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas,bahkan Rasul saw bertawassul pada tanah dan air liur.
Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yg hidup, pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada utsman bin hanif ra seorang yg mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra :“berwudulah, lalu shalat lah dua rakaat di masjid, lalu berdoalah dg doa : “: “Wahai Allah,Aku meminta kepada Mu,dan Menghadap kepada Mu,Demi Nabi Mu Nabi Muhammad,Nabi Pembawa Kasih Sayang,Wahai Muhammad,Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw),kepada Tuhanku dalam hajatku ini,maka kau kabulkan hajatku,wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku”(doa yg sama dg riwayat diatas)”,nanti selepas kau lakukan itu maka ikutlah dg ku kesuatu tempat.
Maka orang itupun melakukannya lalu utsman bin hanif ra mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra,lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya :“apa hajatmu?”,orang itu menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya.Dan orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..??”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan sembuh”. (Majmu’ zawaid Juz 2 hal 279).
Tentunya doa ini dibaca setelah wafatnya Rasul saw,dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif ra dan dikabulkan Allah.
Ucapan :Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri oleh sebagian saudara saudara kita,mereka berkata kenapa memanggil orang yg sudah mati?, kita menjawabnya :sungguh kita setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yg telah wafat :Assalamu alaika ayyuhannabiyyu… (Salam sejahtera atasmu wahai nabi……),dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw: “tiadalah seseorang bersalam kepadaku,kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (H.R. Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10.050)
Berkata Imam Ibn Katsir bahwa bukan berarti Rasul saw ruh nya keluar dan masuk untuk menjawab semua salam ummat beliau saw,namun hadits ini memberikan penafsiran bahwa Rasul saw setelah wafat,dikembalikan ruh nya untuk menjawab salam ummat beliau saw hingga akhir zaman (Tafsir Imam Ibn Katsir)
Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan oleh Rasulullah saw,tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum,tak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin,bahkan Allah memerintahkannya,Rasul saw mengajarkannya,sahabat radhiyallahu’anhum mengamalkannya.Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara,tak ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Tak ada pula yg membedakan antara tawassul pada yg hidup dan mati, karena tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yg tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dg kematian,
justru mereka yg membedakan bolehnya tawassul pada yg hidup saja dan mengharamkan pada yg mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yg hidup dan yg mati tak bisa memberi manfaat apa apa kecuali karena Allah memuliakannya,
bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dg Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??,
tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.
Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt atas orang yang mati adalah dirisaukan terjebak pada kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat Ilahi dan tidak bisa membatasi kemampuan Allah SWT.Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.Kehidupan Ruh-ruh Manusia Sesudah Wafat
Sebagai contoh dari bertawassul, seorang pengemis datang pada seorang saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia mengemis pada saudagar itu ia berkata “Berilah hajat saya tuan …saya adalah tetangga dekat amarhumah istri tuan…”maka tentunya si saudagar akan memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang istrinya,Nah… bukankah hal ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat?,Jelas-jelas saudagar itu akan sangat menghormati atau mengabulkan hajat si pengemis,atau memberinya uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau sudah wafat.
Walaupun seandainya ia tak memberi,namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim,yang maha pemurah dan maha penyantun?, istri saudagar yang telah wafat itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan hajat sipengemis pada si saudagar,NAMUN TENTUNYA SI PENGEMIS MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT,entah apa yang membuat pemikiran saudara saudara kita menyempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini.
Mengenai hadits riwayat Shahih Bukhari tentang tawassul pada amal shalih, sebenarnya justru hadits itu menjelaskan bahwa Allah swt tidak mengabulkan tawassul pada amal shalih kecuali dg bantuan doa temannya, mereka bertiga, orang pertama bertawassul atas amal shalihnya, maka batu penutup goa itu bergeser sedikit tanpa mereka bisa keluar, lalu orang kedua bertawassul pada amalnya, dan batu itu bergeser sedikit lagi dan mereka belum bisa selamat, dan orang ketiga tawassul baru batu itu bergeser sedikit lagi dan mereka bisa selamat, jelas sudah bahwa tawassul pada amal shalih hanya bisa mengabulkan sepertiga hajat mereka, mesti dibantu oleh amal teman2nya,
Sedangkan tawassul Umar bin Khattab ra pada Abbas ra yg juga pada Shahih Bukhari, langsung membuat terkabulnya doa,menunjukkan tawassul pada orang shalih lebih cepat dikabulkan daripada tawassul pada amal kita.
Saudara saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh berdoa dg perantara, boleh berdoa dg perantara orang shalih, boleh berdoa dg perantara amal kita yg shalih, boleh berdoa dg perantara nabi saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda, misalnya “Wahai Allah Demi kemuliaan Ka’bah”, atau “Wahai Allah Demi kemuliaan Arafat”,dlsb,tak ada larangan mengenai ini dari Allah,tidak pula dari Rasul saw,tidak pula dari sahabat,tidak pula dari Tabi’in,tidak pula dari Imam Imam dan muhadditsin,bahkan sebaliknya Allah menganjurkannya,Rasul saw mengajarkannya,Sahabat mengamalkannya, demikian hingga kini.baca juga:Foto Perayaan Maulid Nabi Diberbagai penjuru Dunia
Walillahittaufiq
Demikian saudaraku yg kumuliakan,semoga dalam kebahagiaan selalu,semoga sukses dgn segala cita citanya.
Wallahu a'lam Bishawab