Hmm.. tadi buka-buka file, eh nemuin tulisan ini. Ini adalah tulisan yang kususun waktu disuruh ngasi “ceramah” waktu Ramadhan kemaren. Karena hampir semua yang tinggal di kosanku kebagian sekali buat mengisi waktu antara Isya dan Tarawih. Karena terasa belum punya kapabilitas cukup untuk memberi “ceramah” secara spontan, jadi ku print dah apa yang ingin aku sampaikan. Ini juga hasil ngorek-ngorek kumpulan artikel, karena emang belum punya wawasan yang cukup hehe..Neh dia..
BEGIN
Assalamu’alaykum warohmatullah wabarokatuh
Alhamdulillah, kita masih diberikan berbagai macam nikmal oleh Allah yang tak terhitung jumlahnya. Namun tak jarang kita lupa untuk mensyukurinya, bahkan tak sedikit dari nikmat-nikmat tersebut kita kufuri. Untuk itu marilah kita senantiasa memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa-dosa kita.
Tema malam hari ini adalah BAHAYA RIYA’ DAN UJUB
Ketahuilah bahwa sesungguhnya penyakit yang paling besar serta mematikan yang menimpa hati manusia, serta dapat menjadikan amalan-amalan sia-sia, juga merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian adalah ; Riya dan Ujub.
Riya adalah lawan dari ikhlas, yaitu menampakkan ibadah dengan maksud selain mendapatkan ridho Allah, sedangkan ujub adalah bangga pada diri sendiri.
Kita Akan bahas bahayanya satu persatu.
Riya
Betapa bahayanya memiliki sifat riya’, Karena, alangkah banyak orang yang memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capai dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat.
Ini diakibatkan karena tidak diterimanya amal yang telah dilakukannya. Untuk itu kita perlu tahu apa syarat diterimanya suatu amal.
Syarat diterimanya suatu amal adalah :
Yaitu harus terpenuhi dua perkara penting pada setiap amalan. Jika salah satu tidak tercapai, akibatnya amalan seseorang tidak ada harapan untuk diterima. Pertama : Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua : Amalan itu telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an, atau dijelaskan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnahnya, dan mengikuti Rasulullah dalam pelaksanaannya.
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya” [Al-Kahfi : 110]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar amal yang dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan aturan syari’at. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-Nya dengan amalan itu.
PERINTAH IKHLAS, LARANGAN BERBUAT RIYA DAN SYIRIK [3]
Ketahuilah, wahai saudara-saudara, bahwa semua amalan pasti terjadi dengan niat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya semua amalan ini terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan”
Dan dalam amal itu harus mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan yang demikian itulah agama yang lurus” [Al-Bayyinah : 5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.
“Katakanlah : ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atas kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui” [Ali-Imran : 29]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memperingatkan bahaya dari berbuat riya’, dalam firman-Nya.
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu” [Az-Zumar : 65]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa mempelajari ilmu yang dengannya dicari wajah Allah Azza wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk meraih kesenangan dunia dengan ilmu itu, ia tidak akan mendapat aroma surga pada hari kiamat” [5]
Di antara jenis riya’ ialah sebagi berikut.
1). Riya Yang Berkaitan Dengan Badan
Misalnya dengan menampakkan kekurusan dan wajah pucat, untuk menampakkan bahwa ia rajin berpuasa.
2). Riya Dari Sisi Pakaian
Misalnya, mengenakan pakaian jenis tertentu agar dikatakan sebagai orang alim atau seorang ulama.
3). Riya Dengan Perkataan
Umumnya, riya’ seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan agama. Yaitu dengan memberi nasihat, memberi peringatan, menghafalkan hadits-hadits dan riwayat-riwayat, dengan tujuan untuk berdiskusi dan melakukan perdebatan, menampakkan kelebihan ilmu, berdzikir dengan menggerakkan dua bibir di hadapan orang banyak, menampakkan kemarahan terhadap kemungkaran di hadapan manusia, membaca Al-Qur’an dengan merendahkan dan melembutkan suara. Semua itu untuk menunjukkan rasa takut, sedih, dan khusyu’ (kepada Allah, pent).
4). Riya’ Dengan Perbuatan
Seperti riya’nya seseorang yang shalat dengan berdiri sedemikian lama, memanjangkan ruku, sujud dan menampakkan kekhusyu’an, riya’ dengan memperlihatkan puasa, perang (jihad), haji, shadaqah dan semacamnya.
PERKARA YANG DISANGKA RIYA DAN SYIRIK, PADAHAL BUKAN !
1). Pujian Manusia Untuk Seseorang Terhadap Perbuatan Baiknya
Dari Abu Dzar, dia berkata : Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau bersabda : “itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang mukmin” [HR Muslim, no. 2642, Pent)
2). Giatnya Seorang Hamba Melakukan Ibadah Pada Saat Dilihat Oleh Orang-Orang Yang Beribadah
bahwasanya setiap mukmin menyukai beribadah kepada Allah Ta’ala, tetapi terkadang banyak kendala yang menghalanginya. Dan kelalaian telah menyeretnya, sehingga dengan menyaksikan orang lain itu, maka kemungkinan menjadi faktor yang menyebabkan hilangnya kelalaian tersebut, kemudian ia dapat menguji urusannya itu, dengan cara menggambarkan orang-orang lain itu berada di suatu tempat yang dia dapat melihat mereka, namun mereka tidak dapat melihatnya. Jika dia melihat jiwanya ringan melakukan ibadah, maka itu untuk Allah. Jika jiwanya merasa berat, maka keringanan jiwanya di hadapan orang banyak itu merupakan riya’. Bandingkan (perkara lainnya) dengan ini” [7]
Oleh karena itu hendaklah kita berada dalam jama’ah.
3). Membaguskan Dan Memperindah Pakaian, Sandal Dan Semacamnya
Di dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya : “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” [HR Muslim no. 2749, Pent]
4). Tidak Menceritakan Dosa-Dosanya Dan Menyembunyikan
Ini merupakan kewajiban menurut syari’at atas setiap muslim, tidak boleh menceritakan kemaksiatan-kemaksiatan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Semua umatku akan diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya, Pent), lalu ketika pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini dan itu”, padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya” [HR Al-Bukhari, no. 6069, Muslim no. 2990, Pent]
5). Seorang Hamba Yang Meraih Ketenaran Dengan Tanpa Mencarinya
Adapun mengenai bahaya Ujub adalah sebagai berikut:
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Haritsah bin Wahab :
“Artinya : Maukah kalian aku beritakan tentang penghuni neraka ; yaitu setiap orang yang berperangai jahat serta kasar (Lihat An-Nihayah 3/180), orang gemuk yang berlebih-lebihan dalam berjalannya (Lihat pula An-Nihayah 1/416), dan orang-orang yang sombong”. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Tafsir surat Al-Qalam 4918 8/530, At-Tirmidzi bab Jahannam 13, Ibnu Majah bab Zuhud 4, Ahmad dalam Musnadnya 2/169, 214 dan 4/175-306]
Dan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :
“Artinya : Tidaklah masuk surga barang siapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan yang sebesar biji dzarah (atom) sekalipun”. [Hadist Riwayat Muslim bab Imam 91 1/93 dan At-Tirmidzi bab Al-Birru was-shilah 1998-1999 4/360-361]
Dan dalam satu hadits disebutkan :
“Artinya : Ada tiga hal yang dapat membinasakan diri seseorang yaitu : Kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti serta seseorang yang membanggakan dirinya sendiri”.
Said bin Jabir berkata : “Sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan kebaikan lalu perbuatan baiknya itu menyebabkan ia masuk neraka, dan sesungguhnya seorang hamba melakukan perbuatan buruk lalu perbuatan buruknya itu menyebabkan dia masuk surga, hal itu dikarenakan perbuatan baiknya itu manjadikan ia bangga pada dirinya sendiri sementara perbuatan buruknya menjadikan ia memohon ampun serta bertobat kepada Allah karena perbuatan buruknya itu”. [Majmu ‘Al-Fatawa 10/277]
Menyembah kepada Allah dan bersikap tawakal kepada-Nya adalah merupakan obat penawar untuk mencegah kedua penyakit yang buruk ini yaitu Ujub dan Takabur.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Seseorang yang melakukan riya’ pada hakekatnya ia tak melakukan firman Allah : (Hanya kepada-Mu aku menyembah), dan orang yang bersikap ujub (bangga kepada diri sendiri) pada hakekatnya ia tak melakukan firman Allah : (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan) dan barangsiapa yang melaksanakan firman Allah : (Hanya kepada-Mu kami menyembah), maka ia telah keluar dari sikap riya, dan barang siapa yang melaksanakan firman Allah (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), maka ia telah keluar dari sikap ujub”. [Majmu Al-Fatawa 10/277]
Washallallahu ‘ala nabiyyna Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
END.
Artikel Terkait: