Kehidupan santri di pesantren cenderung apa adanya. Bahkan, terbilang sengsara. Bayangkan, mau mandi antri,mau makan antri,mau ke masjid antri, dan mau tidur antri.Kadang malah tidak mendapatkan tempat tidur.Jadinya,tidur duduk.Kalaupun tidur terlentang,masih di bawah standar. Sebab,tidurnya santri tanpa kasur dan bantal.Paling bagus kasur sajadah yg dihampar dan lengan sebagai bantal.
Mungkin karena itulah, ketika boyong (keluar dari pesantren),santri bisa jadi apa saja dan berprofesi sekenanya.Tidak pilah-pilih.Tapi,mereka sangat ikhlas menjalaninya.Senyum manis tetap menghiasai bibir mereka.Ah,mungkin karena mempunyai kekayaan hati.Atau mempunyai keyakinan bahwa apa yg menimpa diri itu takdir Allah dan rezeki sudah tertulis di lauhul mahfudz.Tinggal berikhtiar saja.
Suatu ketika saya bertemu dengan sahabat karib.Ternyata,dia sudah kerja.Menjual alat-alat dapur di pasar.Saya salut.Kok bisa? Bukankah dia termasuk orang hebat? Ketika bahstul masa’il (diskusi kitab),jawaban dan argumennya mantap? Baca kitabnya juga oke? Saya pun sadar.Santri bisa jadi apa saja.Asal halal.Kata guru saya dulu, “Santri tidak diajari bagaimana mencari uang,tapi bagaimana mencari uang halal. ”
Tapi,pilihannya menjual perabotan di pasar masih membuat saya bertanya-tanya.Apa tidak malu waktu pertama kali menjual? Akhirnya, saya tanya ini-itu padanya.Seperti wartawan saja.“Pertama kali jual,gak malu? ” tanyaku. “Mik toduseh kek!, ”jawabnya sambil tersenyum dengan begitu lepas. Jawabannya dengan bahasa Madura itu menggambarkan keteguhan hatinya. Kenapa kita harus malu dalam bekerja?
Sayup-sayup saya teringat sahabat yg lain. Yg sudah sukses. Dia sudah memimpin tiga cabang bank berbasis syariah. Dulu dia juga melarat, melas dan nelongso. Bahkan katanya, kalau pagi dia tidak sarapan. Ketika matahari mulai meninggi dan perut terasa keroncongan, dia mebeli gorengan. Setelah itu, minum sebanyak-banyaknya. Perut pun terasa kenyang. Sekarang, alhamdulillah. Rezeki sudah lancar. Memang semua butuh proses. Dan, proses santri dalam ekonomi betul-betul memulai dari nol.
Lain lagi dengan teman saya yg sekarang ceramah ke mana-mana. Bahkan, pernah ngisi di TVOne. Selain ceramah, dia juga dosen di perguruan tinggi negeri. Dulu, dia juga melarat bin nelongso. Katanya, kalau berangkat kuliah dia ngontel. Padahal jaraknya jauh. Kurang-lebih satu jam perjalanan sepeda motor. Kadang juga dia puasa karena tidak mempunyai uang utk membeli makanan. Di sini benarlah kata Rhoma Irama, berakit-berakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Begitulah santri. Mereka nyantri murni karena ingin tahu ilmu Allah. Karenanya, ketika boyong mereka bisa berprofesi apa saja. Bisa jadi petani, pengusaha, dosen, dan sebagainya. Mereka lapang dada jadi apa saja. Tak heran, jarang sekali santri jadi pengangguran. Sebab, mereka siap ada di sektor mana saja. Tidak bebrapa pilih.
Artikel Terkait : Umat Nabi Muhammad Sallallahu'alaihi wasallam
|
|